Pendahuluan
Perubahan-perubahan
akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia.
Perubahan terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan
jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua system
muskuloskelet dan jaringan lainnya yang ada kaitannya dengan kemungkinan
timbulnya beberapa golongan reumatik.
Salah satu golongan penyakit reumatik yang
sering menyertai usia lanjut yang menimbulkannya gangguan muskuloskelet
terutama adalah osteoarthritis. Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat
sejalan dengan meningkatnya usia manusia. Reumatik dapat meningkatkan perubahan
otot, hingga fungsinya dapat menurun bila pada bagian otot yang menderita tidak
di latih guna mengaktifkan fungsi otot. Dengan meningkatnya usia menjadi tua
(menua) fungsi otot dapat di latih dengan baik. Namun usia lanjut tidak selalu
mengalami atau menderita reumatik.
Reumatik
bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom. Dan golongan
penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma reumatik cukup banyak, namun
semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri. Menurut kesepakatan para ahli di
bidang Reumatologi, reumatik dapat terungkap sebagai keluhan atau tanda. Dari
kesepakatan dinyatakan, adanya tiga keluhan utama pada system muskuloskelet
yaitu : nyeri, kekakuan (rasa kaku), dan kelemahan, serta adanya tiga tanda
utama yaitu pembengkakakan sendi, kelemahan otot, dan gangguan gerak.
Reumatik
dapat terjadi pada semua jenjang usia dari kanak-kanak sampai usia lanjut, atau
sebagai kelanjutan sebelum usia lanjut. Dan gangguan reumatik akan meningkat
dengan meningkatnya usia.
Reumatik
yang sering tampak pada usia lanjut adalah : Osteoartritis, gout, dan artritis
reumathoid.
Osteoarthritis
2.1.1. Definisi
2.1.2. Epidemiologi
Osteoartritis merupakan penyakit rematik sendi yang
paling banyak mengenai terutama pada orang-orang diatas 50 tahun.
Osteoarthritis biasanya menyerang ketika umur semakin tua, pria biasanya akan
lebih dulu terserang oleh osteoarthritis pada kisaran umur 45 tahun dan lebih
cepat 10 tahun dari wanita yang biasanya terserang osteoarthritis pada usia 55
tahun. Di atas 85% orang berusia 65 tahun menggambarkan osteoarthritis pada
gambaran x-ray, meskipun hanya 35%-50% hanya mengalami gejala.
Prevalensi OA berbeda-beda pada berbagai ras. OA lutut
lebih banyak terjadi pada wanita Afrika Amerika dibandingan dengan ras yang
lainnya. Terdapat kecenderungan bahwa kemungkinan terkena OA akan meningkat
seiring dengan pertambahan usia. Penyakit ini biasanya sebanding jumlah
kejadiannya pada pria dan wanita pada usia 45-55 tahun. Setelah usia 55 tahun,
cenderung lebih banyak terjadi pada wanita.
2.1.1. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya osteoarthritis
dibedakan menjadi dua yaitu osteoarthritis primer dan osteoarthritis sekunder.
a. Osteoarthritis
primer
Osteoarthritis primer atau
dapat disebut osteoarthritis idiopatik, tidak memiliki penyebab yang pasti (
tidak diketahui ) dan tidak disebabkan oleh penyakit sistemik maupun proses
perubahan lokal pada sendi.
b. Osteoarthritis
Sekunder
Osteoarthritis sekunder
disebabkan oleh penyakit atau kondisi lainnya. Kondisi-kondisi yang dapat
menjurus pada osteoarthritis sekunder termasuk kegemukan, trauma atau operasi
yang berulangkali pada struktur-struktur sendi, sendi-sendi abnormal waktu
dilahirkan (kelainan-kelainan kongenital), gout, diabetes, dan
penyakit-penyakit hormon lain.
·
Kegemukan menyebabkan
osteoarthritis dengan meningkatkan tekanan mekanik pada cartilago.
·
Trauma yang berulangkali
pada jaringan-jaringan sendi (ligamen-ligamen, tulang-tulang, dan cartilago)
dipercayai menjurus pada osteoarthritis dini dari lutut-lutut pada
pemain-pemain bola.
·
Beberapa orang-orang
dilahirkan dengan sendi-sendi yang terbentuk abnormal (kelainan-kelainan
congenital) yang rentan terhadap pemakaian/pengikisan mekanik, menyebabkan
degenerasi dan kehilangan cartilago (tulang rawan) sendi yang dini.
Osteoarthritis dari sendi-sendi pinggul umumnya dihubungkan pada
kelainan-kelainan struktural dari sendi-sendi ini yang telah hadir sejak lahir.
·
Gangguan-gangguan
hormon, seperti diabetes dan penyakit-penyakit hormon pertumbuhan, juga
berhubungan dengan pengikisan cartilago yang dini dan osteoarthritis sekunder.
2.1.2. Patogenesis
Konsep lama menyebutkan
adanya proses pakai dan aus (wear and tear), sehingga terlihat pengikisan atau
penipisan rawan sendi. Ternyata hal tersebut tidak dapat diterapkan sepenuhnya,
karena beberapa hal yang menjadi hambatan diantaranya adalah terdapatnya proses
OA pada persendian yang tidak banyak mengalami proses pembebanan biomekanik,
tidak dapat menjelaskan proses kronisitas OA. Banyak penelitian yang mencoba
mengungkapkan ketidak cocokkan teori lama tersebut, yaitu dijumpainya perbedaan
antara rawan sendi pada penyakit.
Selama ini OA sering
dipandang sebagai akibat dari suatu proses penuaan yang tidak dapat dihindari.
Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang berpendapat bahwa OA ternyata
merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan
kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas
diketahui. OA dan proses penuaan (aging process), serta OA dapat diinduksi pada
percobaan hewan yang distimulasi menggunakan zat kimia atau trauma buatan.
Proses utama OA tersebut sebenarnya terdapat pada khondrosit yang merupakan
satu-satunya sel hidup yang ada di dalam rawan sendi. Gangguan pada fungsi
khondrosit itulah yang akan memicu proses patogenik OA. Khondrosit akan
mensintesis berbagai komponen yang diperlukan dalam pembentukan rawan sendi,
seperti proteoglikan, kolagen dan sebagainya. Disamping itu ia akan memelihara
keberadaan komponen dalam matriks rawan sendi melalui mekanisme turn over yang
begitu dinamis.
Osteoartritis ditandai
dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu
peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh khondrosit sebagai
kompensasi perbaikan (repair). Osteoartritis terjadi sebagai hasil
kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan
inflamasi cairan sendi. Dengan kata lain terdapat satu keseimbangan
antara proses sintesis dan degradasi rawan sendi. Gangguan keseimbangan ini
yang pada umumnya berupa peningkatan proses degradasi, akan menandai penipisan
rawan sendi dan selanjutnya kerusakan rawan sendi yang berfungsi sebagai
bantalan redam kejut. Sintesis matriks rawan sendi tetap ada terutama pada awal
proses patologik OA, namun kualitas matriks rawan sendi yang terbentuk tidak
baik. Pada proses akhir kerusakan rawan sendi, adanya sintesis yang buruk tidak
mampu lagi mengatasi proses destruksi sendi yang cepat. Hal ini terlihat dari
menurunya produksi proteoglikan yang ditandai dengan menurunnya fungsi
khondrosit. Khondrosit yang merupakan aktor tunggal pada proses ini akan
dipengaruhi oleh faktor anabolik dan katabolik dalam mempertahankan
keseimbangan sintesis dan degradasi. Faktor katabolik utama diperankan oleh
sitokin Interleukin-1 (IL-1) dan tumour necrosis factor a (TNFa) yang
dikeluarkan oleh sel lain di dalam sendi. Sedangkan faktor anabolik diperankan
oleh transforming growth factor b(TGFb) dan insulin like growth factor-1
(IGF-1).
Perubahan patologik pada OA
ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami fibrosis serta distorsi.
Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas
fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan
terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral
yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral tersebut.
Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan
interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat
subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat
menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari
dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan
radang sendi, peregangan tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstra
artikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh
adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari
medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena
intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan subkondral. Sinovium
mengalami keradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta proses keradangan
kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan retak dan terjadi
fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak kehilangan
rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari tulang subkhondral
berupa penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada ujung tulang
dapat dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat sekitarnya.
Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang ini memberikan gambaran seolah persendian
yang terkena itu bengkak.
2.1.1. Manifestasi
klinis
Tanda
kardinal dari OA adalah kekakuan dari persendian setelah bangun dari tidur atau
duduk dalam waktu yang lama, swelling (bengkak) pada satu atau lebih
persendian, terdengar bunyi atau gesekan (krepitasi) ketika persendian
digerakkan.
Seperti
pada penyakit reumatik umumnya diagnosis tak dapat didasarkan hanya pada satu
jenis pemeriksaan saja. Biasanya dilakukan pemeriksaan reumatologi ringkas
berdasarkan prinsip GALS (Gait, arms, legs, spine) dengan memperhatikan
gejala-gejala dan tanda-tanda sebagai berikut :
a. Nyeri
sendi
Nyeri sendi merupakan hal
yang paling sering dikeluhkan. Nyeri sendi pada osteoartritis merupakan nyeri
dalam yang terlokalisir, nyeri akan bertambah jika ada pergerakan dari sendi
yang terserang dan sedikit berkurang dengan istirahat. Nyeri juga dapat menjalar
(radikulopati) misalnya pada osteoarthritis servikal dan lumbal. Claudicatio
intermitten merupakan nyeri menjalar ke arah betis pada osteoartritis lumbal
yang telah mengalami stenosis spinal.
b. Kaku
pada pagi hari (morning stiffness)
Kekakuan pada sendi yang
terserang terjadi setelah imobilisasi misalnya karena duduk di kursi atau
mengendarai mobil dalam waktu yang sukup lama, bahkan sering disebutkan kaku
muncul pada pagi hari setelah bangun tidur (morning stiffness).
c. Hambatan
pergerakan sendi
Hambatan pergerakan sendi ini
bersifat progresif lambat, bertambah berat secara perlahan sejalan dengan
bertambahnya nyeri pada sendi
d. Krepitasi
Rasa gemeretak (seringkali sampai terdengar)
yang terjadi pada sendi yang sakit.
e. Perubahan
bentuk sendi
Sendi yang mengalami
osteoarthritis biasanya mengalami perubahan berupa perubahan bentuk dan
penyempitan pada celah sendi. Terjadi pembesaran sendi (deformitas). Terdapat
osteofit pada tepi sendi interfalang distal (nodus Heberden).
f. Perubahan
gaya berjalan
Hal yang paling meresahkan
pasien adalah perubahan gaya berjalan, hampir semua pasien osteoarthritis pada
pergelangan kaki, lutut dan panggul mengalami perubahan gaya berjalan
(pincang).
2.1.2. Diagnosis
a. Gejala
klinis dan pemeriksaan fisik
Diagnosis osteoarthritis berdasarkan klinis secara umum
:
Gejala klinis
1. Nyeri sendi : mula-mula “dull
ache” kemudian menjadi lebih hebat, hilang timbul, bertambah dengan gerakan
pada sendi yang sakit (friction effect) dan berkurang dengan istirahat.
2. Rasa gemeretak
3. Penderita merasa gerakan pada sendi
tidak licin
4. Rasa lebih kaku setelah istirahat
5. Sebagian besar : kekakuan di pagi
hari pada sendi yang terkena
6. Merasa ada perubahan gaya berjalan
Pemeriksaan
fisik
1. Hambatan gerak : gerakan sendi
aktif maupun pasif
2. Krepitasi
3. Pembengkakan sendi yang asimetris
: Karena efusi pada sendi
4. Tanda-tanda peradangan (nyeri
tekan, gangguan gerak, rasa hangat dan kemerahan) terjadi karena sinovitis
5. Perubahan bentuk (deformitas)
yang permanen : karena kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi,
berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan berjalan dan perubahan pada tulang dan
permukaan sendi.
6. Nodus Heberden : osteofit pada
tepi sendi interfalang distal (DIP) lebih sering pada wanita.
b. Pemeriksaan
penunjang
Gambaran
radiologi
- penyempitan
celah sendi yang sering kali asimetris (lebih berat pada bagian yang menanggung
beban)
-
peningkatan densitas (sklerosis) tulang subkondrial
-
kista tulang (subkondral)
-
osteofit pada pinggir sendi
-
perubahan struktur anatomi sendi
Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya
tidak banyak berguna. Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas-batas normal.
Pemeriksaan imunologi masih dalam batas-batas normal. Pada OA yang disertai peradangan
sendi dapat disertai peningkatan musin dan viskositas synovial, peningkatan
ringan sel peradangan dan peningkatan nilai protein.
2.1.3. Penatalaksanaan
Tujuan
penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:
1. Menolong penderita agar memahami
penyakitnya
2. Membentu secara psikologis
3. Menghilangkan rasa sakit
4. Menekan proses inflamasi
(terutama dalam selaput synovia)
5. Mempertahankan fungsi sendi dan
mencegah deformitas
6. Melakukan koreksi terhadap
deformitas yang sudah ada
7. Memperbaiki fungsi
8. Melakukan rehabilitasi terhadap
penderita secara individu
Penatalaksanaan pada pasien dengan osteoarthritis yaitu:
a. Nonfarmakologis:
- Modifikasi
pola hidup
- Edukasi :
bahwa kondisi lokal suatu sendi adalah sebagian dari proses penuaan bukan suatu
penyakit sitemik.
- Istirahat
teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada sendi.
-
Menurunkan berat badan shingga pembebanan pada sendi
tersebut berkurang dan proses degeneratif dapat diperlambat.
- Rehabilitasi
medik/ fisioterapi
o Latihan statis dan memperkuat
otot-otot
o Fisioterapi, yang berguna untuk
mengurangi nyeri, menguatkan otot, dan menambah luas pergerakan sendi
- Penggunaan
alat bantu (contoh: bidai untuk mengistirahatkan sendi yang
terkena, tongkat).
b. Farmakologis:
Sistemik
1.
Analgetik
- Non
narkotik: parasetamol
- Opioid
(kodein, tramadol)
2.
Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
- Oral
- injeksi
-
suppositoria
3. DMOADs
(disease modifying OA drugs)
Pada sebuah
studi, telah ditetapkan bahwa sekelompok zat yang sebelumnya dikenal sebagai
food supplement, berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan diakui
sebagai nutraceutical atau disease modifying osteorthritis drugs. Bahan yang
tergolong nutraceutical ini berfungsi memperbaiki metabolisme kartilago sendi
apabila dipergunakan dalam jangka panjang ( 2-3 tahun). Disamping itu beberapa
penelitian juga membuktikan bahwa obat ini bersifat anti inflamasi ringan dengan
memperbaiki konstituen cairan sinovial. Diantara nutraceutical yang saat ini
tersedia di Indonesia adalah Glucosamine sulfate dan Chondroitine sulfate.
Karena
tersedia dalam berbagai dosis dan kombinasi dengan vitamin C atau mineral, maka
dianjurkan untuk mempelajari konstituen masing-masing sediaan.
Topikal
1. Krim
rubefacients dan capsaicin.
Beberapa
sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada umumnya bersifat counter
irritant.
2. Krim
NSAIDs
Selain zat
berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan campuran yang
dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat digunakan adalah gel
piroxicam, dan sodium diclofenac.
Injeksi intraartikular/intra lesi
Injeksi
intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama dalam
penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam
penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat
lokal maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular
yakni penanganan simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi dengan
hyaluronan untuk modifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang
sebaiknya melakukan tindakan, adalah dokter yang telah melalui pendidikan
tambahan dalam bidang reumatologi.
c. Bedah
Operasi pembadahan ortopaedik, dapat dibagi dalam :
a) Operasi
profilaktik, misalnya koreksi terhadap deformitas yang secara sekunder akan
menimbulkan penyakit sendi degeneratif, seperti misalnya pada subluksasi
panggul, genu valgun maupun genu varum.
b) Terapeutik
Tidak baik dianggap sebagai jalan terakhir. Memerlukan
pengalaman Chirurgis untuk memutuskan dan menentukan waktu yang tepat.
Jenis-jenis operasi untuk penyakit sendi degeneratif antara lain adalah :
1. Osteotomi,
mengembalikan kesegarisan sendi, dengan demikian memperbaiki kembali biomekanik
sendi.
2. Artroplasti, melakukan
rekonstruksi sendi dan dapat berupa :
a. Artroplasti reseksi
b. Artroplasti interposisi
c. Artroplasti penggantian
(replacement) (prosthetic joint replacement)
3. Artrodesis,
membuat sendi kaku, nyeri hilang tetapi juga gerakan dikorbankan.
4. Operasi pada
jaringan lunak, melakukan “release” dari otot-otot yang tegang, eksisi selaput
sendi yang mengalami kontraksi. Neurektomi (denervasi) sendi. Operasi-operasi
ini hanya menimbulkan hilangnya rasa sakit untuk sementara.
5. Transplantasi
sendi secara keseluruhan masih dalam percobaan, tetapi dapat berguna bilamana
sudah teratasi rejeksi secara imunologik.
2.1.4. Prognosis
Pada tungkai bawah penyakit sendi menahun mempunyai
prognosa yang cukup buruk, karena kebutuhan yang diperlukan untuk sekedar
berjalan saja. Ini terutama untuk panggul dan bilamana kedua panggul mengalami
arthritis, kecacatan adalah sangat berat.
Gout Arthritis
A. A. Definisi
Gout adalah penyakit di mana
terjadi penumpukan asam urat dalam tubuh secara berlebihan, baik akibat
produksi yang meningkat, pembuangannya melalui ginjal yang menurun, atau akibat
peningkatan asupan makanan kaya purin.
B. Etiologi
Kelainan metabolik yang
berhubungan dengan asam urat yaitu hiperurisemia. Hiperurisemia pada
penyakit gout ini terjadi karena:
A.
Pembentukan asam urat yang berlebihan
1. Gout
primer metabolik, disebabkan oleh sintesis langsung yang bertambah
2. Gout
sekunder metabolik, disebabkan oleh pembentukan asam urat berlebihan karena
penyakit lain seperti leukimia.
B. Kurangnya
pengeluaran asam urat melalui ginjal
1. Gout
primer renal, terjadi karena adanya gangguan ekskresi asam urat di tubuli distal ginjal yang sehat.
2. Gout
sekunder renal, disebabkan oleh kerusakan ginjal, misalnya karena obat-obatan
C.
Epidemiologi
Pada
keadaan normal kadar urat serum pada laki-laki mulai meningkat setelah
pubertas. Pada perempuan kadar urat tidak meningkat sampai setelah menopause
karena estrogen meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal. Setelah
menopause, kadar urat serum meningkat seperti pada pria.
Gout
jarang ditemukan pada perempuan sekitar 95 % kasus adalah pada laki-laki. Gout
dapat di temukan di seluruh dunia, pada semua ras manusia. Ada prevalensi
familial dalam penyakit gout yang mengesankan suatu dasar genetik dari penyakit
ini. Namun, ada sejumlah faktor yang agaknya mempengaruhi timbulnya penyakit
ini, termasuk diet, berat badan, dan gaya hidup.
D.
Patofisiologi
E.
Manifestasi Klinis
Terdapat
empat tahap perjalanan klinis dari penyakit gout yang tidak diobati. Tahap
pertama adalah hiperurisemia asimtomatik.
Nilai normal asam urat serum pada laki-laki adalah 5,1± 1,0 mg/dl, dan pada
perempuan adalah 4,0 ± 1,0 mg/dl. Nilai-nilai ini meningkat sampai 9-10 mg/dl
pada seorang dengan gout. Dalam tahap ini pasien tidak menunjukkan
gejala-gejala selain peningkatan asam urat serum. Hanya 20% dari pasien
hiperurisemia asimtomatik yang berlanjut menjadi serangan gout akut.
Tahap
kedua adalah artritis gout akut. Pada
tahapan ini terjadi awitan mendadak pembengkakan dan nyeri dan luar biasa,
biasanya pada sendi ibu jari kaki dan sendi metatarsophalangeal. Artritis
bersifat monoartikular dan menunjukkan tanda-tanda peradangan total. Mungkin
terdapat demam dan peningkatan jumlah leukosit. Serangan dapat dipicu oleh
pembedahan, trauma, obat-obatan, alcohol, atau stress emosional. Tahap ini
biasanya mendorong pasien untuk untuk mencari pengobatan segera. Sendi-sendi
lain dapat terserang, termasuk sendi jari-jari tangan, lutut, mata kaki,
pergelangan tangan dan siku. Serangan gout akut biasanya pulih tanpa
pengobatan, tetapi dapat memakan waktu 10 sampai 14 hari.
Perkembangan
dari serangan akut gout umumnya mengikuti serangkaian peristiwa sebagai
berikut. Mula-mula terjadi hipersaturasi dari urat plasma dan cairan tubuh.
Selanjutnya di ikuti oleh penimbunan di dalam dan sekeliling sendi-sendi.
Mekanisme terjadinya kristalisasi urat setelah keluar dari serum masih belum
jelas dimengerti. Serangan gout sering sekali terjadi sesudah trauma lokal atau
ruptura tofi (timbunan natrium urat),
yang mengakibatkan peningkatan cepat konsentrasi asam urat lokal. Tubuh mungkin
tidak dapat mengatasi peningkatan ini dengan baik, sehingga terjadi pengendapan
asam urat di luar serum. Kritalisasi dan penimbunan asam urat akan memicu
respons fagositik oleh leukosit, sehingga leukosit memakan kristal-kristal urat dan memicu mekanisme respons peradangan
lainnya. Respon peradangan ini dapat dipengaruhi oleh lokasi dan banyaknya
timbunan Kristal asam urat. Reaksi peradangan dapat meluas dan bertambah
sendiri, akibat dari penambahan timbunan kristal serum.
Tahap
ketiga setelah serangan gout akut, adalah tahap
interkritis. Tidak terdapat gejala-gejala pada masa ini, yang dapat
berlangsung dari beberapa bulan sampai tahun. Kebanyakan orang mengalami
serangan gout berulang dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.
Tahap
keempat adalah tahap gout kronik,
dengan timbunan asam urat yang terus bertambah dalam beberapa tahun jika
pengobatan tidak dimulai. Peradangan kronik akibat kristal-kristal asam urat
mengakibatkan nyeri, sakit dan kaku, juga pembesaran dan penonjolan sendi yang
bengkak. Serangan artristis gout akut dapat terjadi dalam tahap ini. Tofi
terbentuk pada masa gout kronik akibat insolubilitas relatif asam urat. Awitan
dan ukuran dan tofi secara proporsional mungkin berkaitan dengan kadar asam
urat serum. Bursa olecranon, tendon Achilles, permukaan ekstensor lengan bawah,
bursa infrapatelar, dan heliks telinga adalah tempat-tempat yang sering
dihinggapi tofi. Secara klinis tofi ini mungkin sulit dibedakan dengan nodul
reumatik. Pada masa kini tofi jarang terlihat dan akan menghilang dengan terapi
yang tepat.
Gout
dapat merusak ginjal, sehingga ekskresi asam urat akan bertambah buruk.
Kristal-kristal asam urat dapat terbentuk dalam interstitium medula, papilla,
dan piramid, sehingga timbul proteinuria dan hipertensi ringan. Batu ginjal
asam urat juga dapat terbentuk sebagai akibat sekunder dari gout. Batu biasanya
berukuran kecil, bulat, dan tidak terlihat pada pemeriksaan radiografi.
F.
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan
khusus yang dapat dilakukan :
·
Kadar asam urat serum diatas normal,
biasanya lebih tinggi dari 10 mg/dl
·
LED meninggi dan leukositos selama
serangan akut
·
Cairan synovial dan tofi menunjukkan terdapatnya
Kristal asam urat yang khas
·
Rontgen normal pada stadium awal,
kemudian menunjukkan lesi ‘pouch-out’ yang khas di mana terdapat deposit asam
urat
G.
Penatalaksanaan
Pengobatan gout tergantung pada
tahap penyakitnya. Hiperurisemia asimptomatik biasanya tidak membutuhkan
pengobatan. Serangan akut artritis gout diobati dengan obat-obatan antiinflamasi
nonsteroid atau kolkisin. Obat-obat ini diberikan dalam dosis tinggi atau dosis
penuh untuk mengurangi peradangan akut sendi. Kemudian dosis ini diturunkan
secara bertahap dalam beberapa hari.
Pengobatan gout kronik adalah
berdasarkan usaha untuk menurunkan produksi asam urat atau peningkatan ekskresi
asam urat oleh ginjal. Obat allopurinol menghambat pembetukan asam urat dari
prekursornya (xantin dan hipoxantin) dengan menghambat enzim xantin oksidase.
Obat ini dapat diberikan dalam dosis yang memudahkan yaitu sekali sehari.
Obat-obatan urikosurik dapat
meningkatkan ekskresi asam urat dengan menghambat reapsorpsi tubulus ginjal.
Supaya agen-agen urikosurik ini dapat bekerja dengan efektif dibutuhkan fungsi
ginjal yang memadai. Kleatinin klirens perlu diperiksa untuk menentukan fungsi
ginjal (normal daalah 115 sampai 120 ml/menit). Probenesid dan sulfinpirazon
adalah dua jenis agen urikosurik yang banyak dipakai. Jika seorang pasien
menggunakan agen urikosurik ia memerlukan cairan sekurang-kurangnya 1500
ml/hari agar dapat meningkatkan ekskresi asam urat. Semua produk aspirin harus
dihindari, karena menghambat kerja urikorsurik obat-obat ini.
Perubahan diet
yang ketat biasanya tidak diperlukan dalam pengobatan gout. Menghindari makanan
tertentu yang dapat memicu serangan mungkin dapat membantu seorang pasien,
tetapi ini biasanya diketahui dengan mencoba-coba sendiri, yang berbeda-beda
bagi tiap-tiap orang. Yang pasti, makanan yang mengandung purin yang tinggi
dapat menimbulkan persoalan. Makanan ini termasuk daging dari alat-alat dalaman
seperti hepar, ginjal, pankreas, dan otak, dan demikian pula beberapa macam
daging olahan.minum alkohol berlebihan juga dapat memicu serangan.
Reumatoid Arthritis
2.4.1. Definisi Artritis Reumatoid (AR)
Artritis
Reumatoid (AR) adalah penyakit sendi kronis dan sistemis yang termasuk kelompok
gangguan auto-nimun. Bercirikan
perubahan-perubahan beradang kronis dari sendi dan membrannya (synovium) dan kemudian dekstruksi
tulang rawan dengan perubahan anatomi. Peradangan sinovium dapat menyerang dan
merusak tulang dan kartilago. Sel penyebab radang melepaskan enzim yang dapat
mencerna tulang dan kartilago. Sehingga dapat terjadi kehilangan bentuk dan
kelurusan pada sendi, yang menghasilkan rasa sakit dan pengurangan kemampuan
bergerak.
2.4.2. Epidemiologi
Artritis Reumatoid (AR)
Artritis
Reumatoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar luas di
seluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik. Prevalensi
Artritis Reumatoid adalah sekitar 1 persen populasi (berkisar antara 0,3 sampai
2,1 persen). Artritis Reumatoid (AR) lebih sering dijumpai pada
wanita, dengan perbandingan wanita dan pria sebesar 3:1. Perbandingan ini
mencapai 5:1 pada wanita dalam usia subur.
2.4.3. Etiologi
Artritis Reumatoid (AR)
Penyebab
Artritis Reumatoid (AR) masih belum diketahui. Faktor genetik dan beberapa
faktor lingkungan, umur telah lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit
ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks
histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan AR
seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1.
Selain itu faktor auto imun dan metabolik juga diduga berpengaruh pada munculnya
penyakit ini.
2.4.4. Gejala Artritis Reumatoid (AR)
Gejala-gejala umum pada arthritis reumatoid adalah
pada sendi terjadi pembengkakan, warna kemerahan, terasa hangat, bila ditekan
terasa lunak dan disertai rasa sakit atau nyeri. Nyeri ini paling hebat waktu
bangun pagi dan umumnya berkurang setelah melakukan aktivitas. Nyeri di waktu
malam dapat menyulitkan tidur. Sendi-sendi menjadi kaku waktu pagi (morning stiffness), sukar digerakkan,
dan kurang bertenaga, khususnya setelah bangun selama 1-2 jam lebih. Gejala
lainnya adalah perasaan lelah dan malaise
umum. Pada lebih kuang 20%dari pasien terdapat benjolan kecil (nodule),
terutama di jeriji serta pergelangan tangan dan kaki.
Peradangan pada kelenjar mata
dan mulut, yang dikenal sebagai syndrome
Sjogren. Sindrom ini ditandai oleh mata yang kering akibat kerusakan
kelenjar lakrimalis dan salivarius yang dimediasi oleh system imun. Sekitar 40%
kasus terjsdi secara tersendiri (bentuk primer atau sindrom sika) dan 60%
lainnya terdapat pada penyakit auto-imun lainnya, seperti arthritis rheumatoid.
90% sindrom sjogren adalah wanita berusia 35-45 tahun.
2.4.5.
Patofisiologi
Artritis Reumatoid (AR)
Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis
AR terjadi akibat rantai peristiwa imunologis sebagai berikut :
Suatu
antigen penyebab AR yang berada pada membran sinovial, akan diproses oleh antigen
presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti
sel sinoviosit A, sel dendritik atau makrofag yang semuanya mengekspresi
determinan HLA-DR pada membran selnya. Antigen yang telah diproses akan
dikenali dan diikat oleh sel CD4+ bersama dengan determinan HLA-DR
yang terdapat pada permukaan membran APC tersebut membentuk suatu kompleks
trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan interleukin-1 (IL-1) yang
dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya akan menyebabkan terjadinya
aktivasi sel CD4+.
Pada
tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan mengekspresi
reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD4+. IL-2 yang
diekskresi oleh sel CD4+ akan mengikatkan diri pada reseptor
spesifik pada permukaannya sendiri dan akan menyebabkan terjadinya mitosis dan
proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini akan berlangsung
terus selama antigen tetap berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD4+
yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti
gamma-interferon, tumor necrosis factor b (TNF-b),
interleukin-3 (IL-3), interleukin-4 (IL-4), granulocyte-macrophage
colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain yang
bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan
merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi
antibodi oleh sel B ini dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4.
Setelah
berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan akan membentuk
kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi.
Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen yang akan
membebaskan komponen-komplemen C5a. Komponen-komplemen C5a merupakan
faktor kemotaktik yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat
menarik lebih banyak sel polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke arah lokasi
tersebut. Pemeriksaan histopatologis membran sinovial menunjukkan bahwa lesi
yang paling dini dijumpai pada AR adalah peningkatan permeabilitas
mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan pengendapan fibrin pada
membran sinovial.
Fagositosis
kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan dan pembebasan
radikal oksigen bebas, leukotrien, prostaglandin dan protease neutral (collagenase dan stromelysin) yang
akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang. Radikal oksigen bebas dapat
menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga mengakibatkan
terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas
juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi.
Prostaglandin
E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan
dapat merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1
dan TNF-b.
Rantai
peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen penyebab dapat
dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi pada AR, antigen atau
komponen antigen umumnya akan menetap pada struktur persendian, sehingga proses
destruksi sendi akan berlangsung terus.Tidak terhentinya destruksi persendian
pada AR kemungkinan juga disebabkan oleh terdapatnya faktor reumatoid. Faktor
reumatoid adalah suatu auto antibodi terhadap epitop fraksi Fc IgG yang
dijumpai pada 70-90 % pasien AR. Faktor reumatoid akan berikatan dengan
komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga proses peradangan akan
berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga menyebabkan terjadinya
degranulasi mast cell yang menyebabkan terjadinya pembebasan
histamin dan berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam arakidonat.
Masuknya
sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan kompleks imun
menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen yang paling destruktif
dalam patogenesis AR. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel
fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang.
Secara histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus terdapatnya
sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan jaringan kolagen dan
proteoglikan.
2.4.6.
Diagnosis
Artritis Reumatoid (AR)
Diagnosis diterapkan
berdasarkan gejala (simptom), riwayat penyakit, serta pemeriksaan fisik.
Penunjang diagnosis yang diperlukan antara lain sinar-x yang pada umunya selama
6 bulan pertama belum menunjukkan kelainan sendi. Selain itu, di dalam darah
dapat ditentukan adanya faktor rema (IgM), kenaikan laju endap eritrosit dan
turunnya kadar hemoglobin (anemia), LED
meningkat, leukosit normal atau meningkat sedikit, trombosit meningkat. Lebih
khas lagi adalah tes endapan mucine dalam cairan synovial (diantara sendi)
serta pemeriksaan mikroskopis dari nodule dan jaringan synovial, yang
memperlihatkan kelainan-kelainan tertentu.
2.4.7.
Penatalaksanaan
Terapi Artritis Reumatoid (AR) Dengan
Obat-Obatan
Terapi dengan obat bergantung pada tingkat kerusakan
sendi yang terjadi akibat AR. Beberapa kombinasi pengobatan dapat mengurangi
rasa sakit, mengurangi peradangan/ inflamasi dan menurunkan resiko terjadinya
kerusakan sendi. Obat-obatan yang digunakan antara lain;
1. Analgetik
antiradang atau NSAIDs (Non-Steroidal
Anti-inflammatory Drugs) antara lain, aspirin, ibuprofen, ketoprofen dan
diklofenac juga obat selektif baru nabumeton dan meloxicam yang sangat berguna untuk menghalau gejala
peradangan. Oat ini lebih efektif daripada analgetika perifer (parasetamol,
asetosal atau kombinasinya). Tetapi golongan NSAIDs ini tidak memiliki khasiat
yang dapat melindungi tulang rawan (kartilago) dan tulang sendi akibat proses
kerusakan dari AR. Penggunaan jangka panjang dianjurkan dengan penambahan suatu
penghambat asam lambung (omeprazol, lansaprazol, pantoprazol) guna mencegah
terjadinya tukak lambung.
2. Obat-obat
supresif long-acting atau disebut DMARD (desease-modifying antirheumatic
drug) memiliki khasiat antiradang kuat. Obat ini juga berdaya anti-erosif,
artinya dapat menghentikan atau memperlambat proses kerusakan tulang
rawan.Penggunaan obat ini dimulai fase amat dini, dengan maksud menekan
progress penyakit sebelum sendi-sendi dirusak secara structural dan
irreversible. Penelitian menunjukkan efeknya baik setelah beberapa tahun.
3. Glukokortikoid yang disebut juga
kortikosteroid adalah golongan obat-obatan antiinflamasi steroid. Hormon
steroid yang dihasilkan oleh tubuh mempunyai efek terhadap peradangan, oleh
karena itu glukokortikoid seringkali digunakan oleh dokter karna sangat efektif untuk anti peradangan
namun sering kali mengakibatkan efeksamping dan terapi sukar dihentikan, maka
digunakan bila penyakit menjadi parah (exacerbatio).
Terapi Artristis Reumatoid (AR) Dengan Bedah (Operasi)
Terapi AR
dengan tindakan operasi dilakukan bila gangguan serta rasa sakit yang dialami
penderita tidak dapat ditanggulangi dengan obat-obatan. Bila ruang sendi
mengecil atau kartilago sudah terkikis sehingga gejala yang diderita sangat
mengganggu dan penderita tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara
normal lagi, maka tindakan operasi perlu dipertimbangkan. Tindakan operasi
bertujuan untuk memperbaiki fungsi dan bentuk sendi yang cacat dan untuk
menghilangkan sinovium yang rusak sehingga sinovium baru dapat terbentuk,
transfer tendon (otot) bisa memperbaiki fungsi bila telah putus. Dengan
prosedur operasi dapat dilakukan pemindahan distribusi berat beban ke bagian
sendi yang masih baik, kartilago yang tersisa dapat dipertahankan kemudian
diisi kembali, sendi yang cacat dapat disatukan atau diikat ke dalam tulang
tunggal tanpa sambungan, rekonstruksi jaringan lunak untuk menstabilkan sendi
dapat mengurangi rasa sakit dan menjaga gerakan. Teknologi tersebut dapat
mengganti sendi AR yang rusak dengan komponen baru yang terbuat dari plastik
atau logam.
Terapi operasi
ini dikenal sebagai sinovektomi terbuka dan radikal, sehingga mempunyai resiko
antara lain; pendarahan, penggunaan anastesi, infeksi pada sendi artifisial,
bekuan darah, dan sendi artifisial yang tidak cocok. Pemulihan pasca tindakan
operasi membutuhkan waktu hingga 2 minggu rawat inap di rumah sakit.
Rehabilitasi sendi pasca tindakan operasi memerlukan waktu beberapa minggu
hingga beberapa bulan.
Terapi Dengan Radiosinovektomi
Radiosinovektomi dengan bermacam-macam sediaan radiofarmaka
telah digunakan untuk mengurangi rasa sakit serta pembengkakan pada rheumatoid
arthritis dan penyakit persendian lainnya yang diperkenalkan oleh Fellinger
dan Schmidt sejak tahun 1952. Teknik terapi dengan radiosinovektomi dilakukan
dengan cara penyuntikan sediaan radiofarmaka pemancar sinar β ke daerah
sinovial. Radiasi sinar β tersebut akan menghancurkan atau merusak membran yang
meradang. Bila jaringan yang meradang telah hilang, jaringan baru yang sehat
dan normal akan terbentuk. Keuntungan radiasi menggunakan sinar β adalah daya
tembusnya di dalam jaringan hanya beberapa milimeter saja, sehingga tingkat
kerusakan jaringan yang sehat disekitarnya dapat ditekan seminimal mungkin.
Kesimpulan
Sejumlah ganggguan reumatik dapat
timbul pada usia lanjut. Beberapa golongan reumatik dapat merupakan kelanjutan
dari penyakit sebelum usia lanjut dan sering menimbulkan kecacatan. Reumatik
yang terbanyak dijumpai di seluruh dunia adalah osteoarthritis. Gangguan
lainnya meliputi, gout dan artritis rematoid
1 komentar:
kalau boleh tau daftar pustakanya apa ya ?
Posting Komentar