Pendahuluan
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya
karena mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari
bahasa Yunani yaitu tetanus dari teinein
yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot
tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum,
melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan
paralisis pernapasan. Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw, merupakan
penyakit yang disebakan oleh tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang
diproduksi oleh Clostridium tetani yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot
sehingga saraf dan otot menjadi kaku (rigid). Kitasato merupakan orang pertama
yang berhasil mengisolasi organisme dari korban manusia yang terkena tetanus
dan juga melaporkan bahwa toksinnya dapat dinetralisasi dengan antibodi yang
spesifik.Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme)
tanpa disertai gangguan kesadaran.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanifestasikan dengan
kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan
tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada
daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama
kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit
ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang
tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.
Kuman C. tetani tersebar luas ditanah,
terutama tanah garapan, dan dijumpai pula pada tinja manusia dan hewan.
Perawatan luka yang kurang baik di samping penggunaan jarum suntik yang tidak
steril (misalnya pada pecandu narkotik). Merupakan beberapa faktor yang sering
dijumpai sebagai pencetus tirribulnya tetanus.
Mekanisme Impuls Saraf
Impuls dapat dihantarkan melalui beberapa cara, di antaranya
melalui sel saraf dan sinapsis. Berikut ini akan dibahas secara rinci kedua
cara tersebut:
1. Penghantaran impuls melalui Saraf
Penghantaran impuls baik yang berupa rangsangan
ataupun tanggapan melalui serabut saraf (akson) dapat terjadi karena adanya
perbedaan potensial listrik antara bagian luar dan bagian dalam sel. Pada
waktu sel saraf beristirahat, kutub positif terdapat di bagian luar dan
kutub negatif terdapat di bagian dalam sel saraf. Diperkirakan bahwa rangsangan
(stimulus) pada indra menyebabkan terjadinya pembalikan perbedaan potensial
listrik sesaat. Perubahan potensial ini (depolarisasi) terjadi berurutan
sepanjang serabut saraf. Kecepatan perjalanan gelombang perbedaan potensial
bervariasi antara 1 sampai dengan 120 m per detik, tergantung pada
diameter akson dan ada atau tidaknya selubung mielin. Bila impuls telah
lewat maka untuk sementara serabut saraf tidak dapat dilalui oleh impuls, karena terjadi perubahan
potensial kembali seperti semula (potensial istirahat).
Untuk dapat berfungsi kembali diperlukan waktu 1/500
sampai 1/1000 detik. Energi yang digunakan berasal dari hasil pemapasan sel
yang dilakukan mitokondria dalam sel
saraf. Stimulasi yang kurang kuat atau di bawah ambang (threshold) tidak akan menghasilkan impuls yang dapat
merubah potensial listrik.
2. Penghantaran impuls melalui Sinapsis
Titik temu antara terminal akson salah satu neuron
dengan neuron lain dinamakan sinapsis. Setiap terminal akson membengkak
membentuk tonjolan sinapsis.
Di dalam sitoplasma tonjolan sinapsis terdapat struktur kumpulan
membran kecil berisi neurotransmitter, yang disebut vesikula sinapsis. Neuron
yang berakhir pada tonjolan sinapsis disebut neuron pra-sinapsis. Membran ujung
dendrit dari sel berikutnya yang membentuk sinapsis disebut post-sinapsis. Bila
impuls sampai pada ujung neuron, maka vesikula bergerak dan melebur dengan
membran pra-sinapsis. Kemudian vesikula akan melepaskan neurotransmitter berupa
asetilkolin.
Neurontransmitter adalah suatu zat kimia yang dapat
menyeberangkan impuls dari neuron pra-sinapsis ke post-sinapsis.
Neurontransmitter ada bermacam-macam misalnya dopamin, norepinefrin, serotonin,
asam gama-aminobutirat (GABA), glisin dan asetilkolin yang terdapat di seluruh
tubuh, noradrenalin terdapat di sistem saraf simpatik, dan dopamin serta
serotonin yang terdapat di otak. Asetilkolin kemudian berdifusi melewati celah
sinapsis dan menempel pada reseptor yang terdapat pada membran post-sinapsis.
Penempelan asetilkolin pada reseptor menimbulkan impuls pada sel saraf
berikutnya. Bila asetilkolin sudah melaksanakan tugasnya maka akan diuraikan
oleh enzim asetilkolinesterase yang dihasilkan oleh membran post-sinapsis.
Mekanisme Timbulnya Kontraksi
Timbulnya kontraksi pada otot rangka dimulai
dengan potensial aksi dalam serabut-serabut otot. . Potensial aksi ini
menimbulkan arus listrik yang menyebar ke bagian dalamserabut, dimana menyebabkan
dilepaskannya ion-ion kalsium dari retikulum endoplasma. Selanjutnya ion
kalsium menimbulkan peristiwa-peristiwa kimia proses kontraksi.
Dalam fungsi tubuh normal, serabut-serabut otot
rangka dirangsang oleh serabut-serabut saraf besar bermielin. Serabut-serabut
saraf ini melekat pada serabut-serabut otot rangka dalam hubungan saraf otot
(neuromuscular junction) yang terletak di pertengahan otot. Ketika potensial
aksi sampai pada neuromuscular junction, terjadi depolarisasi dari membran
saraf, menyebabkan dilepaskan Acethylcholin, kemudian akan terikat pada
motor end plate membran menyebabkan terjadinya pelepasan ion kalsium yang
menyebabkan terjadinya ikatan Actin-Miosin yang akhirnya menyebabkan kontraksi
otot.
Oleh karena itu potensial aksi menyebar dari
tengah serabut ke arah kedua ujungnya, sehingga kontraksi hampir bersamaan
terjadi di seluruh sarkomer otot. Gerak dapat dilakukan secara sadar (gerak
biasa) dan secara tidak sadar (gerak reflek). Perbedaan dari kedua macam
gerak tersebut adalah berkaitan dengan jalannya impuls saraf yang melewati
sistem saraf pusat, yaitu jika impuls
melewati otak maka gerak yang dilakukan sebagai hasil respon dari otak
dinamakan gerak sadar, sedangkan jika
impuls tidak melewati otak tetapi sumsum tulang belakang, maka gerak yang
dihasilkan sebagai respon dari sumsum tulang belakang dinamakan gerak reflek.
A. DEFINISI
Tetanus ialah penyakit dengan gejala-gejala kejang tonus
otot-otot yang disebabkan racun yang dibentuk oleh basil Clostridium tetani.
Basil ini biasanya masuk ke dalam tubuh melalui luka pada kulit yang meradang
bernanah. Spora basil ini terdapat di dalam feses hewan dan manusia dan di
tanah yang terinfeksi oleh feses ini. Kuman tetanus ini hidup dalam suasana
yang tidak mengandung oksigen atau anaerob.
B. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika rata-rata usia pasien tetanus berkisar antara 50
sampai dengan 57 tahun. Tetanus juga dapat menyerang semua golongan umur
termasuk bayi (tetanus neonatorum). Kuman ini bisa tersebar luas diseluruh
tanah terutama tanah garapan yang berasal dari kotoran hewan.
C. ETIOLOGI
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang,
ramping berukuran 2-5x0,4-0-0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk dalam
golongan gram positif dan hidup anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang
bergenderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neorotoksik.
Toksik ini (tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan syaraf
ferefer setempat.
Kuman ini bermukim di usus binatang dan manusia, tetapi hanya
dapat berbiak di lingkungan anaerobic, seperti di dalam koreng. Pada masa
pertumbuhannya eksotoksin diproduksi yang diserap oleh aliran darah sistemik
dan serabut perifer.
D. PATOFISIOLOGI
Pada umumnya, Clostridium Tetani masuk ke dalam tubuh
manusia melalui daerah luka dalam bentuk spora. Penyakit akan timbul, jika
spora-spora tersebut berkembang menjadi organisme berbentuk vegetatif yang
hanya akan menghasilkan tetanospasmin pada keadaan penurunan potensial oksigen.
Pencemaran tali pusat adalah sumber infeksi tersering pada neonatus. Pada
anak-anak lebih tua, organisme tersebut didapatkan pada saat mengalami jejas
traumatis. Risiko terbesar untuk mendapatkan tetanus jika terjadi luka tusuk
dalam atau suatu luka yang berhubungan dengan nekrosis jaringan dan keadaan
yang mempermudah proses pengeluaran toksin. Tetapi tetanus dapat pula terjadi
setelah jejas-jejas kecil dan kadang-kadang tidak ditemukan pintu masuknya
(port d’entree). Pada keadaan demikian, diperkirakan bahwa spora-spora yang
sebelumnya telah masuk tetap bertahan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun
pada jaringan normal, untuk kemudian tumbuh jika keadaan memungkinkan.
Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat
berubah menjadi kuman vegetatif yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini
menjalar intrakasonal sampai ganglion/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya
keseimbangan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun
menyeluruh. Bila toksin banyak, selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak
juga terpengaruh. Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran
yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+)
dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya
konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+
rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan
sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi
ion di ruang ekstraselular. Rangsangan yang dating mendadak misalnya mekanisme,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
E. MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari. Timbulnya gejala klinis
biasanya mendadak yang didahului oleh ketegangan otot pada rahang dan leher.
Gejala-gejala timbul beberapa hari, beberapa minggu dan dapat juga beberapa
bulan setelah terjadinya infeksi. Penderita merasa badannya tidak enak, kepala
nyeri dan otot-otot kaku. Kemudian timbul kejang kaku pada otot-otot lokal atau
mengenai otot-otot seluruh badan. Biasanya kejang dimulai dengan trismus, yaitu
kejang kaku otot maseter hingga mulut makin lama makin sukar dibuka dan
akhirnya terkancing. Lalu menyusul kejang pada otot-otot dinding perut.
Otot-otot ini terasa kaku pada perabaan
Pada tetanus umum, kemudian timbul spasmus otot-otot tengkuk dan
otot-otot tubuh lainnya yang terjadi dalam serangan-serangan. Otot-otot wajah
dapat mengejang pula hingga wajah tampak menyeringai. Kejang ini dapat makin
lama makin hebat hingga mengganggu pernafasan. Kesadaran biasanya tetap baik.
Akan tetapi, bila asfiksia yang terjadi hebat, kesadaran akan menurun karena
otak kekurangan oksigen. Pasien meninggal karena asfiksia akibat kejang otot-otot
pernafasan ini, karena spasmus glotis, karena dekompensasi jantung, atau karena
kelelahan. Oleh karena itu, penting sekali tindakan pencegahan.
1.
Tetanus Generalisata
Tetanus generalisata merupakan bentuk yang
paling umum dari tetanus yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan
spasme generalisata. Masa inkubasi bervariasi, tergantung pada lokasi luka dan
lebih singkat pada Tetanus berat, median onset setelah trauma adalah 7 hari:
15% kasus terjadi dalam 3 hari dan 10% kasus terjadi setelah 14 hari.
Terdapat trias klinik berupa rigiditas,
spasme otot, dan apabila berat disfungsi otonomik. Kaku kuduk, nyeri
tenggorokan, dan kesulitan untuk membuka mulut, sering merupakan gejala awal
tetanus. Spasme otot masseter menyebabkan trismus dan rahang “terkunci“. Spasme
secara progresif meluas ke otot-otot wajah yang menyebabkan ekspresi wajah khas
“risun sardonicus” dan meluas ke otot-otot untuk menelan yang menyebabkan disfagia.
Spasme ini dipicu oleh stimulus internal dan eksternal dapat berlangsung selama
beberapa menit dan dirasakan nyeri. Rigiditas otot leher menyebabkan retraksi
otot kepala. Rigiditas tubuh menyebabkan opistotonus dan gangguan respirasi
dengan menurunnya kelenturan dinding dada. Reflex tendon dalam meningkat.
Pasien dapat demam, walaupun banyak yang tidak sedangkan kesadaran tidak
terpengaruh.
Disamping peningkatan tonus otot,
terdapat spasme otot yang bersifat episodik. Kontraksi tonik ini tampak seperti
konvulsi yang terjadi pada kelompok otot agonis dan antagonis secara bersamaan.
Kontraksi ini dapat bersifat spontan atau dipicu oleh stimulus berupa sentuhan,
stimulus visual, auditoria tau emosional. Spasme yang terjadi dapat bervariasi
berdasarkan keparahannya dan frekuensinya tetapi dapat sangat kuat sehingga
menyebabkan fraktur atau rupture tendon. Spasme yang terjadi dapat sangat
berat, terus menerus, nyeri
diikutibersifat generalisata sehingga menyebabkan sianosis dan gagal
nafas. Spasme dapat terjadi berulang-ulang dan dipicu oleh stimulus yang
ringan. Spasme faringeal sering diikuti dengan spasme laryngeal dan berkaitan
dengan terjadinya aspirasi dan obstruksi jalan nafas akut.
1.
Tetanus Neonatorum
Tetanus neonatorum biasanya terjadi dalam bentuk
generalisata dan biasanya fatal apabila tidak diterapi. Tetanus neonatorum
terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak diimunisasi secara
adekuat, terutama setelah perawatan bekas potongan tali pusat yang tidak
steril. Resiko infeksi tergantung pada panjang tali pusat, kebersihan
lingkungan, dan kebersihan saat mengikat dan memotong umbilicus. Onset biasanya
dalam 2 minggu pertama kehidupan. Rigiditas, sulit menelan ASI, iritabilitas
dan spasme merupakan gambaran khas tetanus neonatorum. Di antara neonates yang
terinfeksi, 90% meninggal dan retrdasi mental terjadi pada yang bertahan hidup.
2.
Tetanus Lokal
Tetanus local merupakan bentuk yang jarang dimana
manifestasi klinisnya terbatas hanya pada otot-otot di sekitar luka. Kelemahan
otot dapat terjadi akibat peranan toksin pada tempat hubungan neuromuskuler.
Gejala-gejalanya bersifat ringan dan dapat bertahan sampai berbulan-bulan. Progresi
ke Tetanus generalisata dapat terjadi. Namun demikian secara umum prognosisnya
baik.
3.
Tetanus Sefalik
Tetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari
tetanus lokal, yang terjadi setelah trauma kepala atau infeksi telinga. Masa
inkubasinya 1-2 hari. Dijumpai trismus dan disfungsi satu atau lebih saraf
cranial yang tersering adalah saraf ke-7. Disfagia dan paralisis otot
ekstraokular dapat terjadi. Mortalitasnya tinggi.
Secara umum dalam kurun waktu kurang lebih 48 jam penyakit
tetanus menjadi nyata terlihat
dengan gambaran klinis sebagai berikut :
1. Tetanus : karena
spasmus otot-otot matikatoris ( otot pengunyah).
2.
Kaku kuduk sampai epistotonus ( karena ketegangan otot-otot erector
tungkai).
3.
Ketegangan otot dinding perut (perut kaku seperti papan).
4.
Kejang tonis teritama bila dirangsang karena toksin yang tendapat di
komus
anterior.
5. Resus sardonikos karena spasme
otot muka (alis tertarik
keatas,sudut muka
tertarik keluar dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi)
6. Kerusakan
menelan, gelisah, mudah terrangsang, nyeri kepala, nyeri anggota
badan
7.
Spasme yang khas yaitu badan kaku dengan epitotonus, ektrimitas inferior
dalam
keadaan ektensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat .
8.
Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan
laring.
9.
Panas biasanya tidak terlalu tinggi.
10. Biasanya terdapat leukositisis ringan dan
kadang-kadang peninggian tekanan
cairan otak.
Menurut beratnya gejala dapat dibedakan dalam
3 stadium :
1.
trismus (3cm) tanpa kejang
tonik umum meskipun dirangsang.
2. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan
kejang tonik umum bila dirangsang.
3.
Trismus (1 cm) dengan
kejang tonik umum spontan
F. DIAGNOSA
Diagnosis
tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa:
1.Gejala
klinik
-
Kejang tetanik, trismus, dysphagia, risus sardonicus (sardonic smile)
2.
Adanya luka yang mendahuluinya
3.
Kultur: Clostridium tetani (+)
4.
Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria
G. PENATALAKSANAAN
1. Umum :
a. Merawat dan membersihkan luka dengan
sebaik-baiknya
b. Diet cukup kalori dan protein (bentuk
makanan tergantung pada kemampuan
membuka mulut dan menelan)
c. Isolasi klien untuk menghindari rangsang
luar seperti suara dan tindakan terhadap
klien lainnya
d. Oksigen dan pernapasan buatan dan
tracheotomy kalau perlu.
e. Mengatur keseimbangan cairan dan
elektrolit.
2. Obat-obatan :
a. Anti
toksin
. Tetanus Imun Glubolin (TIG) lebih dianjurkan pemakainnya
di bandingkan dengan anti tetanus serum (ATS) dari hewan. Dosis initial TIG
adalah 5000 U IM (dosis harian 500 – 6000 U). Kalau tidak adaTIG diberi ATS dengan
dosis 5000 U IM dan 5000 U IV.
b. Anti kejang
Beberapa obat yg dapat diberikan :
Obat Dosis Efek samping
- Diasepam 0,5 – 10 mg/kg BB /24 jam
IM - Sopor, koma
- Meprobamat 300 – 400 mg/4 jam IM - Tidak ada
- Klorpromasin 25 – 75 mg /4 jam IM - Hipotensi
- Fenobarbital 50 – 100 mg / 4 jam IM - Depresi nafas
0 komentar:
Posting Komentar